SuryaSukaMenulis

Saya hanya ingin menjadi seperti MATAHARI yang menyapa dunia dengan sinarnya!

Suatu Keberhasilan yang Tertunda

Sabtu, 31 Desember 2011. 06.40 WIB

Hari terakhir di tahun 2011. Besok sudah hari yang baru lagi untuk saya.

Hummm..Saya gagal memberikan kado ulang tahun untuk diri saya sendiri (baca post sebelum ini). Yaaa,,saya tidak berhasil mendaftar forum skripsi kemarin-kemarin. Bukannya saya belum selesai mengerjakan sampai babV. Tapi,,saya masih merasa kalau masih banyak yang harus saya perbaiki dari skripsi saya ini.

Prinsip saya dari dulu adalah yang penting kualitas. Apa yang bisa kita ambil. Apa yang kita dapatkan. Apa yang bisa kita pelajari dari suatu proses belajar. Bukan melulu hanya hasil akhirnya saja.

Bukannya saya tidak mau lulus. Ahh..saya benar-benar ingin lulus. Tapi, jika saya mau lulus dengan membawa hasil penelitian yang 'ala kadarnya',,'gagal' dong saya jadi mahasiswa? hahahahaha.. *eh ini mah menurut saya aja ya?

Rejeki nggak akan kemana. ^_^
Saya juga punya pemikiran, "mereka yang lulus duluan itu belum tentu mereka itu lebih pintar dari saya. Hanya saja mereka lebih beruntung dari saya. Mereka tidak memiliki suatu pemikiran 'absurd' nan 'mau perfect' macam yang saya punya ini. Toh buktinya, ada aja yang walau sudah kuliah lagi, tapi masih suka blah-bloh kalau ada suatu pertanyaan berkaitan sama kuliahnya.

Heyyy,,saya tidak bodoh! Hanya saya kurang 'beruntung' saja! ahahahahaha..

Sempet sih kemarin-kemarin saya mewek-mewek karena tidak berhasil daftar forum skripsi akhir tahun ini.
Tapi yaaa sudah lah.
Rasa nyesek itu tidak berlangsung lama. Ketika saya review lagi apa yang sudah saya kerjakan selama beberapa bulan terakhir ini? Apa yang sudah saya dapatkan beberapa bulan terakhir ini? Sudah sampai sejauh mana 'pekerjaan rumah' saya ini?

Saya ingat perkataan seorang sahabat ketika saya ceritakan masalah saya yang dikejar waktu, tapi saya tidak yakin bisa selesai. Katanya, "yang penting sekarang do the best aja."

'Kegagalan' tidak akan terasa menjadi suatu kegagalan ketika kita telah berusaha semaksimal mungkin. Benar-benar terasa kata-kata "kegagalan adalah suatu keberhasilan yang tertunda."

Sekarang kegiatan saya adalah revisi, revisi, revisi dan berdo'a akan dibuka lagi pendaftaran forum skripsi setelah UAS. hahahahahamin.

Yoo,,HAVE A NICE WEEKEND! HAVE A NICE YEAR END!!

Running Running Running

Time is running out!
Yeaahh for me!

Saya punya cita-cita yaitu ngasih kado ulang tahun ke-23 untuk diri saya sendiri!
Apa itu? Yaaa,,tiket untuk bisa mengikuti forum skripsi di awal bulan yang juga awal tahun depan.
Syarat untuk bisa memperoleh tiket itu adalah menyelesaikan skripsi saya sampai beres sebelum tanggal 29 Desember 2011.
*saya sih masih berharap batas akhir itu dimundurkan. hahaha

Hari ini, hari Senin tanggal 12 Desember 2011
Hmmm,,sampai mana perjuangan saya? Sekarang saya sibuk berkutik dengan babiii (bab 3), dan masih tetap harus revisi babi dan babii yang sudah dibuat.
Lebih kurang dua minggu lagi waktu yang saya punya.
Pernah saya bertanya-tanya dengan diri saya sendiri, "bisa ga ya?" "mampu ga ya?" "keburu ga ya?" dan segala pertanyaan yang saya ajukan untuk diri saya sendiri.

Beruntungnya saya punya orang tua yang sangat mendukung dan mendo'akan, punya pacar yang selalu mendukung saya apapun yang saya kerjakan disela-sela 'hobi' lemburnya mengurus uang perusahaan-perusahaan. hahahaha. Punya pembimbing yang super duper baik, sabar, percaya dengan kemampuan saya dan membuat saya berharap untuk tahun depan yang lebih gemilang. Nyahahahaha. Punya sahabat-sahabat yang cerewet, baik hati, selalu memberikan semangat, selalu mengingatkan, bisa dijadikan tempat diskusi, dan selalu siap dengan berbagai macam cara untuk mengobati kejenuhan setelah mengerjakan revisi.

Sebagai seorang mahasiswi yang sedang berkutat dengan tugas akhir sebagai mahasiswa, saya harus punya yang namanya Self Efficacy, yaitu keyakinan diri bahwa saya bisa melewati dan menyelesaikan tugas tersebut. Saya harus yakin kalau saya bisa! saya mampu! *efek kebanyakan gaul sama sesama pejuang skripsi dengan tema efikasi diri* hihihihih..

Semoga saya bisa memberikan kado terindah untuk ulang tahun saya yang ke-17 *ehh 23 nanti yaa?
Do'akan saya!
dan jangan coba-coba meng-underestimate-kan saya!!!*nyahahaha pake nafsu ngomongnya juga*

Mari kita kembali ke jalan yang benar dan lurus! (baca: kembali mengerjakan revisi)

#Bahaya Adalah ditaksir lakor

Ahahaha obrolan saya mengapa soal pernikahan melulu yaa?

Pernikahan, berhubungan dengan komitmen. Ehh apa sih komitmen ini? Kata komitmen seringkali terdengar. Berhubungan dengan pekerjaan lah, hubungan dengan orang lain lah, dengan diri sendiri juga bisa.

Komitmen terdiri dari tiga suku kata ko-mit-men merupakan kata benda yang berarti perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu; kontrak; (sumber :KBBI offline 1.3)

Jika seorang lelaki dan seorang perempuan, memutuskan untuk menikah. Berarti seharusnya, mereka sudah memiliki suatu perjanjian (keterikatan) untuk membangun sebuah rumah tangga. Mereka sudah berjanji untuk saling melindungi, saling setia, saling menyanyangi dan saling-saling lainnya.

Lalu, apa jadinya ketika seorang pria beristri yang tiba-tiba curi-curi pandang, atau bahkan sampai ‘mengejar-ngejar’ wanita lain? Humm berarti *menurut analisan saya* pria itu tidak berkomitmen terhadap pernikahannya.

Jadi inget sama salah satu posting blog salah seorang sahabat saya kemarin-kemarin:

#Bahaya Adalah ditaksir lakor

*lakor = laki orang = suami orang

Humm,,iyaa itu (kalau buat saya ya) bahaya sekali. Kita bermain-main dengan seseorang yang sudah menjadi suami orang, atau bahkan malah sudah jadi ayah. Seseorang yang (seharusnya) memiliki komitmen dengan sesuatu yang dibangunnya (baca: rumah tangga).

Jika melihat pada kenyataannya, zaman sekarang (zaman, oh zaman) banyak juga para wanita lajang yang tampak biasa-biasa saja ketika ditaksir atau dideketin sama lakor (a.k.a. suami orang). Menurut mereka, asal sama-sama cocok dan bikin janji ‘jangan ada anak antara kita,’ yaa mereka akan menjalaninya.

Dunia oh dunia!

Saya juga ga mau melakukan penilaian apa-apa di sini ya? Karena pada kenyataannya toh saya juga bukan orang yang lurus-lurus banget kok. Pernah juga saya nikung-nikungnya. Jelek-jeleknya saya juga ada kok.

Tapi apa yaa,,prinsip saya sih begini “kalau ditaksir atau dideketin sama pacor (pacar orang) sih, gue masih fine-fine aja. Tapi, kalau orang itu sudah punya cincin manis di jari kanan dan sudah punya buku nikah sih aduh BIG NO NO deh.”

Alasannya, yaa karena, kalau menurut pemikiran saya, orang yang pacaran itu memang memiliki komitmen, tapi belum masuk ke tahap yang benar-benar berjanji atas nama Agama dan menyatukan kedua keluarga besar. Jadi, yaa kalau ‘diganggu’ dikit mah boleh lah ya? Nah, kalau pernikahan? Mereka sudah membuat suatu komitmen dan berjanji atas nama agama. Apalagi sudah menyatukan kedua keluarga besar. Kalau sampai acara ‘ganggu-mengganggu’ lakor itu diketahui oleh salah seorang dari salah satu pihak keluarga, pastinya hal itu akan membuat heboh seantero jagat raya. *ahahaha ini lebaaayy!

Semuanya balik lagi ke masing-masing orang. Mau itu memilih untuk dekat dengan lakor atau mencoba menjauhi segala kemungkinan untuk didekati oleh lakor. Menyukai seseorang itu hak asasi setiap manusia kok. ^_^

*nb : nengcep, pinjem kata-katanya buat jadi judul posting ini ya? ;)

Buka Materialistis, Hanya Realistis!

Tadi sore, saya dan teman-teman saya ngobrol-ngobrol santai sambil makan di salah satu tempat makan yang ada di salah satu mall sekitaran rumah saya. *Niat awalnya sih mau revisi, tapi malah keasyikan ngobrol.

Obrolan sore hari tadi tidak melulu soal remeh. Tapi kami membicarakan banyak hal. Mulai dari artis-artis, dosen, perkuliahan, perskripsian, pertemanan, sampai ke urusan pasangan hidup dan mau apa setelah jadi sarjana nanti.

Tercetus lah kata, “menikah”.. Humm saat itu yang tersisa tinggal tiga orang. Saya, UW dan DL. Ehemm kami bertiga sudah sama-sama memiliki pasangan saat ini. DL memang sudah ada rencana untuk ke arah pernikahan. Tapi, dia masih bingung kapannya. Apakah satu tahun lagi? Apa masih dua tahun lagi. Karena, kalau boleh jujur sih saya dan DL ini punya keinginan untuk meneruskan kuliah selepas jadi sarjana nanti. Lalu, kalau saya.. Uhmm dengan umur pacaran yang masih seumur jagung, saya dan dia masih sama-sama blur dengan apa yang akan terjadi di depan. Saya pun menjawab, “ahh masih jauh. Biarkan dia menata hidupnya dulu.”

Sedangkan teman saya UW, saat ini sedang berhubungan dengan salah satu senior yang beda umurnya 8 tahun di atas kami. Humm. Sekarang sang lelaki sudah berumur 31. Dengan umur yang sudah dibilang lebih dari cukup untuk menikah (secara teman-teman seangkatannya sudah menikah dan punya anak). Teman saya pun memikirkan hal itu. Tapi di lain sisi dia juga ingin sang pacar memiliki suatu pekerjaan yang mapan. Sebenarnya sih sang pacar ini bukannya benar-benar tidak bekerja. Ia seorang freelance yang suka pergi ke berbagai kota di Indonesia untuk merekrut pekerja-pekerja. Yaa teman saya pun berpikir, bukannya gimana-gimana. Tapi, ia butuh sesuatu yang pasti. Sesuatu yang membuatnya akan merasa nyaman dan aman ketika (misalnya) nantinya akan mengarungi kehidupan berumah tangga.

“Kami, para wanita, mengaku, bahwa kami bukanlah seseorang yang materialistis. Hanya saja kami berpikir realistis.”

Hahahaha..ya ya ya. Itu salah satu kalimat yang sering saya ucapkan juga sih. Termasuk ke pacar. Lalu selalu dengan keterangan, “Emang bisa ya, beli susu pake cinta?” Dengan tengilnya si pacar menjawab, “Bisa lah. Kalau yang punya/jaga tokonya suka sama kita. Jadi tiap mau beli susu, kita Cuma tinggal kedipin yang jualnya. Trus ntar dikasih gratis deh.” -___-“ absurd sekali lah ini bocah!

Yaa,,kami, sebagai wanita, hanya ingin benar-benar melihat hidup. Melihat betapa keras dan kejamnya hidup ini. *oke ditambah* hidup zaman sekarang. Betapa mahalnya bahan-bahan kebutuhan hidup sehari-hari. Ahh! Posting sebelumnya saya juga sempat membicarakan betapa mahalnya biaya pernikahan kan? Trus kemarin-kemarin saya juga sempat tidak sengaja mendengar pembicaraan yang membicarakan mengenai ‘mahalnya biaya pengurusan surat-surat menikah ke KUA.’

Hedeeeeh..Trus ketika sudah menikah, lalu, hamil. Sebagai seorang ibu yang baik, pasti tidak mau si jabang bayi kenapa-kenapa dong? Pasti harus rajin makan makanan yang bergizi juga kontrol ke dokter. Nah! Biaya kontrol ke dokter itu juga katanya ga murah ya jaman sekarang? Trus nanti saat mau melahirkan. Mau itu lahir secara normal ataupun operasi pasti butuh biaya yang ‘agak’ lumayan juga. Anak sudah lahir. Harus beli baju, popok, dan segala rupa. Kita juga wajib kontrol rutin ke dokter anak untuk melihat tumbuh kembang sang anak. Belum lagi kalau anak sakit atau harus imunisasi. Hasil mendengar curhatan saudara sepupu, dia bilang biaya imunisasi ke dokter sekarang mahal banget. Berkisar antara Rp 700.000,- sampai Rp 1.000.000,- ke atas. (ahh,,hal ini yang pernah bikin saya bilang, “Yaudah ntar cari suami dokter anak aja. Ehh atau anaknya dokter anak aja. Biar imunisasinya murah.” Kikikikikikik). Anak sudah mulai besar, harus masuk sekolah. Biaya pendidikan akan sebanding lurus dengan mutu pendidikan yang akan didapatkan anak. Nahh, hasil mendengar curhatan saudara sepupu (yang sama), Ia mengeluhkan biaya memasukkan anak sulungnya ke sekolah dasar. Bahhh! Harganya jauh jauh jauh lebih mahal dari uang masuk kuliah saya dulu. Itu baru SD, belum SMP, SMA, trus kuliah. Trus ntar si anak juga akan menikah. Butuh biaya juga.

Oh! Tidak! Ternyata hidup ini penuh dengan uang, uang, uang dan uang.

Saya jadi ingat dengan kata-kata salah seorang teman satu universitas saat sedang pesantren calon sarjana (hampir) satu tahun yang lalu. Ia bilang, “uang bukan segala-galanya, tapi segala-galanya butuh uang.”

Yaaah. Hidup. Menikah. Bukan hanya sekedar bersenang-senang. Tapi juga bagaimana bahu membahu membangun suatu rumah tangga dengan simpanan uang yang mencukupi untuk membiayai rumah tangga tersebut. Hahahaha..ini bukan salah satu bentuk ke-matre-an. Tapi ini suatu bentuk’gambaran kenyataan’.

Saya juga sempat berdebat dengan teman mengenai hal ini. Kekeuh-kekeuhan antara “mulai dari nol sama-sama” lawan “punya modal untuk ngelamar anak orang.”

Kalau kata saya mah, “kenyataannya zaman sekarang, ada nggak ya orang tua yang mau ngasih anaknya sama orang yang belum punya ‘apa-apa’?”

Yaaa saya setuju dengan jawaban, “masih ada kok.” Tapi, yaa pasti dalam hati kecil para orang tua menginginkan seseorang yang bisa memberikan sandang, pangan dan papan yang layak untuk kehidupan anaknya kelak.

Yoo! Mari! Para lelaki, kumpulkan modal dulu sebelum melamar anak orang. :p

Saya Si Surya

Foto saya
Si tengah di antara lelaki hebat yang juga ga kalah hebatnya. I (heart) yellow. I (heart) comics. I (heart) music. I (heart) converse. ^_^

Total Tayangan Halaman

Pengikut